Penyakit terkait asbes membunuh 1.600 warga Indonesia setiap tahunnya

Peringatan tentang ‘epidemi’ penyakit yang disebabkan oleh asbes di Indonesia telah disampaikan oleh banyak lembaga internasional, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Besarnya konsumsi asbes di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1950-an dan dengan populasi terbesar ke-4 dunia, hal ini menjadikan ancaman ‘epidemi’ adalah hal yang sangat serius. Nico van Zandwijk dkk (2022) bahkan menuliskan secara satir dampak penggunaan asbes sebagai The silent malignant mesothelioma epidemic (Epidemi Mesothelioma Ganas yang Sunyi / tidak terdeteksi).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk menghitung penyakit yang berhubungan dengan asbes di empat Negara Asia Tenggara (Kamboja, Indonesia, Laos, Vietnam) dengan menggunakan data Global Burden of Disease (GBD) terbaru[1], penelitian ini menyatakan bahwa lebih dari 1.600 warga Indonesia meninggal setiap tahun karena penyakit terkait asbes yang sebenarnya dapat dicegah. Jumlah kematian diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 3.000 kematian pada tahun 2040 jika Indonesia masih terus menggunakan asbes.

Perhitungan ini didasari oleh kuantitas asbes yang digunakan dan jangka waktu penggunaan asbes yang telah berlangsung di Indonesia. Pada tahun 2019 diperkirakan terdapat 1.661 kematian di Indonesia akibat paparan asbes di tempat kerja, dimana 82% di antaranya berasal dari kanker paru-paru dengan 1.268 kematian, 14% atau 225 kematian diantaranya berasal dari mesothelioma. 53% dari total kematian akibat kanker paru akibat paparan asbes di Indonesia terjadi di Pulau Jawa.

Estimasi konsumsi serat asbes (Ton Metrik) di Indonesia, 1950 – 2020 Peta (U.S. Geological Survey Data)

Masih berdasarkan data GBD, 86% kematian akibat asbes terjadi pada laki-laki, seiring dengan tingkat kematian laki-laki untuk kanker paru-paru terkait asbes yang meningkat beberapa kali sejak tahun 1990. Karena penyakit yang berhubungan dengan asbes ini bersifat laten (butuh waktu untuk terdeteksi), pria berusia diatas 70 tahun memiliki potensi angka kematian yang jauh lebih tinggi untuk kanker paru terkait asbes (19,74) kematian per 100.000 dibandingkan dengan 2,12 pada pria berusia 50-69 tahun).

Para korban penyakit akibat asbes bukan hanya berasal dari pekerja pabrik pengolahan bahan baku asbes. Sebuah laporan ilmiah yang dipublikasikan acta medica philiphina (2022) membuktikan korban penyakit akibat asbes juga di derita oleh pengusaha konstruksi yang terpapar asbestos dalam pekerjaannya. Paparan diluar tempat kerja juga diperkirakan akan meningkat dii Indonesia, hal yang sama juga terjadi berbagai negara seperti Australia dan United Kingdom.

Pengambilan sample produk mengandung asbes di Cianjur untuk di bawa ke laboratorium

Saatnya bergerak, hentikan penggunaan asbes sekarang juga!

Pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara pengkonsusmi bahan baku asbes terbesar di dunia. Seiring dengan semakin banyaknya negara yang melakukan pelarangan impor dan penggunaan asbes seperti negara –negara di Eropa, Impor dan penggunaan asbes di Indonesi justru meningkat tajam selama dua dekade terkakhir, dimana lebih dari 100.000 Ton asbes di impor setiap tahun antar 2010-2019.

Dengan kenyataan bahwa atap asbes masih menjadi atap favorit 13% lebih rumah tangga Indonesia dan barang mengandung asbes juga terdapat diberbagai barang konsumsi maka resiko masyarakat terpapar asbes menjadi makin besar. Posisi Indonesia yang berada pada cincin api bencana meningkatkan resiko menjadi berkali kali lipat. Kerusakan produk mengandung asbes yang terjadi pada saat bencana berpotensi besar melepaskan debu asbes ke udara dari ikatannya, kemudian terhirup orang yang berada disekitarnya, dan meningkatkan resiko terkena penyakit akibat asbes.

Indonesia harus belajar dari pengalaman berbagai negara seperti berbagai negara Eropa, Kanada, Jepang, Korea Selatan bahkan Australia yang telah melakukan pelarangan asbes. Australia telah 20 tahun melakukan pelarangan asbes, tapi tingkat penyakit akibat asbes baru mencapai puncaknya saat ini. Semakin lama Indonesia menunda pelarangan asbes maka akan semakin besar biaya yang harus di tanggung dimasa depan, tidak hanya beban kesehatan para warganya, namun penyakit akibat asbes juga akan meningkatkan beban ekonomi secara signifikan bagi negara pengguna asbes termasuk biaya medis, penghapusan produk mengandung asbes di masyarakat dan juga potensi kompensasi bagi para korban.[2]


[1] The 2019 GBD study is informed by over 7,000 researchers in over 156 countries and provideds over 3,5 billion health outcome estimates based on data from 281,586 sources. Available from global Burden Diseases study 2019 (GBD 20190 Data resources I GDx (healthdata.org)

[2] Lucy P. Allen, Jorge Baez, Mary Elizabeth C. Stern, Ken Takahashi, and Frank George (2018) Trends and the Economic Effect of Asbestos Bans and Decline in Asbestos Consumption and Production Worldwide. International Journal Environmental Research Public Health, 1593); https://doi.org/10.3390/ijerph15030531

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *