Dua sekolah di Philadelphia, Amerika Serikat ditutup sementara setelah ditemukannya bahan mengandung asbes[1]. Penutupan sekolah ini didasarkan atas faktor keselamatan dan kesehatan dari resiko paparan asbes bagi para siswa, staf pengajar dan mereka yang berada di lingkungan sekolah. Kedua sekolah tersebut akan kembali dibuka setelah dilakukan identifikasi dan penilaian resiko keberadaan asbes serta pengendalian terhadap resiko asbes, termasuk penghapusan produk mengandung asbes di lingkungan kedua sekolah tersebut.
Kejadian ini tentunya bukan yang pertama kali dan hanya terjadi Amerika Serikat saja, banyak negara lain khususnya yang telah menerapkan kebijakan pelarangan asbes juga melakukan hal yang sama, seperti di Inggris[2], Australia[3], Jepang[4] dan berbagai negara lainnya. Dari berbagai negara ini kita belajar bagaimana asbes diperlakukan sebagai sebuah ancaman kesehatan yang serius.
Di dunia, Asbes pernah dianggap sebagai bahan campuran konstruksi yang ideal, namun saat ini asbes lebih dikenal sebagai ancaman serius bagi kesehatan manusia. Berbagai penyakit seperti kanker paru, asbestosis, mesothelioma, kanker laring hingga ovarium merupakan penyakit yang dapat disebabkan karena paparan asbes. Saat ini setidaknya 65 Negara telah melarang penggunaan segala jenis asbes.
Sayangnya Indonesia masih melegalkan penggunaan Asbes, pada umumnya asbes digunakan sebagai bahan material campuran untuk berbagai produk konstruksi seperti atap semen bergelombang, partisi, pipa semen dan lainnya. Penggunaan produk mengandung asbes khususnya pada fasilitas publik di sekolah dapat memberikan ancaman kesehatan terutama anak-anak. Produk mengandung asbes yang rusak atau terganggu dapat melepaskan serat asbes ke udara dan beresiko terhirup oleh siapapun yang berada disekitarnya.
Berdasarkan dokumen dari Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA)[5], dengan menggunakan data AS untuk mengembangkan model risiko yang dihadapi pekerja dan siswa di sekolah, laporan tersebut menyimpulkan bahwa sekitar 90% kematian dini akibat paparan asbes di sekolah terjadi pada orang yang terpapar asbes saat masih anak-anak. Dengan menggabungkan perkiraan Peto dan EPA, Joint Union Asbestos Committee kemudian melaporkan bahwa selama periode 1980-2017, jumlah kematian mesothelioma di Inggris akibat paparan asbes saat siswa sekolah adalah antara 3.890 dan 9.000 [6]
Penyakit akibat asbes bersifat laten, gangguan kesehatan akibat paparan asbes dapat timbul 20-30 tahun kemudian. Anak-anak tentunya dianggap lebih rentan dibandingkan orang dewasa. Kita mungkin tidak akan tahu dalam 20 atau 30 tahun ke depan berapa banyak orang yang sudah terjangkit kanker karena paparan asbes di sekolah. Tidak adanya nilai ambang batas yang aman dari paparan asbes termasuk chrysotile (asbes putih) menjadikan sedikit apapun paparan asbes dapat menjadi ancaman kesehatan.
Sejauhmana dampak paparan asbes di fasilitas sekolah di Indonesia tentunya bukanlah hal yang mudah untuk mengetahuinya. Penyakit terkait asbes lebih sering dihubungkan sebagai penyakit akibat kerja atau berhubungan dengan pekerjaan di industri, dan sementara itu masa kanak-kanak bukanlah suatu pekerjaan. Sehingga data penyakit terkait asbes karena paparan pada masa kanak-kanak tidak dapat terdata, berbeda dengan mereka para pekerja industri yang mungkin lebih terawasi oleh pemerintah.
Membangun Sekolah Sehat dan Aman tanpa Asbes
Secara umum, penggunaan asbes khususnya asbes putih di Indonesia masih dilegalkan. Namun sesungguhnya penggunaan asbes di Indonesia telah dibatasi dengan berbagai peraturan yang ada. Meskipun belum mendapatakan perhatian yang lebih serius dari pemerintah terkait prakteknya di lapangan. Indonesia telah mengakui sedari dulu bahwa asbes termasuk bahan beracun dan berbahaya[7] yang bersifat karsinogenik sehingga penggunaan asbes hanya boleh digunakan jika bahan lain yang tidak berbahaya lainnya tidak tersedia[8]. Jika bahan asbes digunakan maka diperlukan tindakan yang spesifik dalam upaya penyehatan menghindari resiko paparan asbes [9].
Secara khusus penggunaan bahan penutup atap yang mengandung asbes (untuk fasilitas sekolah) seharusnya tidak diperkenankan[10]. Namun, lemahnya pengawasan dan penegakan aturan yang ada mendorong penggunaan asbes semakin masif di Indonesia. Praktek penerapan kesehatan dan keselamatan kerja atas penggunaan asbes diserahkan dan ditanggung oleh industri, pekerja dan masyakarat umum.
Perlu kita akui, masih rendahnya pengetahuan masyarakat atas bahaya paparan asbes menyebabkan penggunaan produk mengandung asbes masih dapat kita temukan pada fasilitas sekolah. Disisi lain, seringkali para pihak terlibat dihadapkan dengan siapa pihak yang harus bertanggung jawab atas perlindungan dari bahaya asbes khususnya di sekolah.
Mengingat betapa seriusnya dampak gangguan kesehatan karena penggunaan asbes, sudah saatnya kita bersama mulai memberikan perhatian yang serius juga, dimulai dari identifikasi dan pendataan, pengelolaan produk asbes hingga penghapusan secara aman. Sekolah harus segera memulai pendidikan dan pelatihan yang menyeluruh terkait bahaya asbes dan pengelolaan resikonya bagi kesehatan, baik bagi para guru, staf sekolah, para siswa hingga para orang tua siswa. Hal ini seharusnya menjadi bagian dari prioritas sekolah sebagai lembaga pendidikan untuk membangun budaya belajar yang aman, sehat dan berkelanjutan yang dimulai dari lingkungan sekolah.
Saat ini sudah tersedia banyak pilihan produk pengganti asbes yang jauh lebih aman dan ramah lingkungan. Kebijakan untuk tidak lagi menggunakan bahan baku asbes untuk fasilitas publik seperti sekolah tidak hanya memastikan bahwa anak-anak dapat belajar dan bermain dalam lingkungan yang bebas dari risiko paparan asbes yang berbahaya dan sebagai salah satu investasi besar bagi jaminan generasi masa depan yang lebih sehat.
[1] https://www.cbsnews.com/philadelphia/news/two-philadelphia-schools-close-after-discovering-asbestos/
[2] https://www.bbc.com/news/uk-england-essex-63782908
[3] https://www.9news.com.au/national/wa-school-closed-due-to-asbestos-fears/ace3d871-dcca-4bb3-82df-2f444bd2f283
[4] https://mainichi.jp/english/articles/20180918/p2a/00m/0na/031000c
[5] https://nepis.epa.gov/Exe/ZyNET.exe/9100BENP.TXT?ZyActionD=ZyDocument&Client=EPA&Index=1976+Thru+1980&Docs=&Query=&Time=&EndTime=&SearchMethod=1&TocRestrict=n&Toc=&TocEntry=&QField=&QFieldYear=&QFieldMonth=&QFieldDay=&IntQFieldOp=0&ExtQFieldOp=0&XmlQuery=&File=D%3A%5Czyfiles%5CIndex%20Data%5C76thru80%5CTxt%5C00000012%5C9100BENP.txt&User=ANONYMOUS&Password=anonymous&SortMethod=h%7C-&MaximumDocuments=1&FuzzyDegree=0&ImageQuality=r75g8/r75g8/x150y150g16/i425&Display=hpfr&DefSeekPage=x&SearchBack=ZyActionL&Back=ZyActionS&BackDesc=Results%20page&MaximumPages=1&ZyEntry=1&SeekPage=x&ZyPURL
[6] https://norac.org.uk/wp-content/uploads/2021/07/Continuing-Government-Failure-leads-to-rise-in-school-mesothelioma-deaths-JUAC-REPORT-02-07-2021-FINAL.pdf
[7] Peraturan Pemerintah No 74/2001 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
[8] Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.01/Men/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Kontruksi Bangunan, Pasal 85 (1)
[9] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah
[10] PERMENDIKBUD No 61 tahun 2012 tentang perubahan PERMENDIKBUD No 56 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 untuk Sekolah Dasar/ Sekolah Dasar Luar Biasa