Standarisasi Produk Mengandung Bahan Karsinogenik : Asbes

Saat ini setidaknya ada 13 lisensi SNI yang telah ditetapkan oleh BSN berkaitan dengan produk mengandung Asbes yang beredar di pasaran Indonesia. Sebagian besar lisensi SNI ini sudah berusia lama dan INA-BAN memandang perlunya kajian ulang atas ke 13 lisensi tersebut. Selain itu yang menjadi pertimbangan utama adalah resiko dan dampak kesehatan dari asbes sebagai bahan beracun berbahaya (B3) yang bersifat karsinogenik.

Audiensi Ina-BAN bersama Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia, Jakarta, 16/11/2021.

Jakarta (16/11/2021), INA-BAN (Indonesia Ban Asbestos Network) kembali melakukan Audiensi bersama BSN (Badan Standarisasi Nasional) Indonesia di Gedung KEMENKO Maritim lantai 9. Dalam Kesempatan itu pihak BSN diwakili oleh Bapak Hendro Kusumo selaku Deputi Bidang Pengembangan Standar dan di dampingi oleh Meira Rini, Panji Ashari, Corista K, Anyad T dan Lusy I.

BSN merupakan Lembaga pemerintah non-kementerian Indonesia dengan tugas pokok melaksanakan tugas pemerintahan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian di negara Indonesia. Mengutip dari halaman BSN.go.id, BSN memiliki kewenangan untuk menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu satu satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia yang perumusannya dilakukan oleh Komite Teknis Perumusan SNI.

“Semua Jenis Asbes (termasuk Krisotil) telah dinyatakan Karsinogenik dan itu sudah di akui oleh WHO (World Helath Organization) namun penggunaannya di Indonesia masih begitu masif” ujar Dici perwakilan dari INA-BAN pada saat audiensi.

Dalam paparannya INA-BAN menyampaikan bahwa dalam Undang-undang (UU) No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, salah satu pertimbangan dibuatnya standarisasi dan penilaian kesesuaian adalah dalam rangka melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Namun, pertimbangan ini kurang diperhatikan dalam penerapan lisensi SNI khususnya untuk produk yang mengandung asbes dan dampak kesehatannya.

Hal ini dapat dilihat dari salah satu lisensi SNI No SNI 03-2050-2006 berjudul Lembaran serat krisotil semen bergelombang simetris. Dalam standar ini tidak haruskan produk atap semen bergelombang yang mengandung asbes krisotil untuk mencantumkan informasi bahaya dan kandungan produk, cara meperlakuan produk secara aman serta kontak layanan pengaduan. Sehingga hal ini dianggap tidak memberikan jaminan kepada para konsumen, khususnya para pekerja konstruksi untuk mendapatkan informasi yang baik dan benar terkait produk dan dampak kesehatannya.

“BSN hanya bertugas untuk membuat suatu standar dan standar ini diambil dari konsensus berbagai stakeholder. Jika kementrian terkait seperti kementerian kesehatan, Perindustrian, dan perdagangan sudah menyatakan tidak boleh maka dengan sendirinya SNI yang sudah ada akan di abolisi” tutur Pak Hendro

Penerapan SNI pada dasarnya bersifat sukarela, namun untuk keperluan melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, pemerintah dapat memberlakukan SNI tertentu secara wajib. Perbedaan pandangan dan kebijakan dari tiap pemangku kebijakan dari setiap kementrian adalah salah satu persoalan yang pada akhirnya memberikan dampak yang besar dari masih legalnya penggunaan asbes di Indonesia.

Dampak penggunaan asbes sebagai bahan B3 di Indonesia ini kelak harus ditanggung oleh negara dan masyarakatnya, baik secara ekonomi maupun kesehatan. Setiap tahunnya paparan kerja terhadap asbes bertanggung jawab atas sekitar 233.000 kematian di seluruh dunia dan sekitar 125 juta orang di dunia diperkirakan terpapar asbes di tempat kerja (Furuya et al. 2018, WHO 2018).

“Pada saat itu (pembuatan lisensi poduk yang mengandung asbes) karena kekurangan informasi dan keterbatasan kami dalam komite pengembangan standar dalam proses perumusan standar” lanjut bapak Hendro

Kegiatan audiensi seperti ini akan terus digencarkan oleh INABAN ke seluruh pemangku kepentingan di Indonesia. “Kami sebenarnya dari tahun 2018 sudah gencar melakukan roadshow kepada berbagai kementerian. hasilnya selalu saling melempar tanggung jawab. kedepan juga kami akan mengadakan FGD (Focus Group Discussion) setelah kegiatan road show ini kita lakukan kembali” ujar firman Budiwan, SH., MH. perwakilan dari INA-BAN.

“Dengan adanya audiensi ini menjadikan kami lebih belajar khususnya untuk saya sendiri untuk tidak menggunakan asbes dan kami dari BSN akan mengupayakan untuk mengkomunikasikan dengan kementrian terkait khususnya dalam hal penggunaan Asbes ini” ujar bapak Hendro Kusumo diakhir acara audiensi.

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *