PASIEN DENGAN PENYAKIT AKIBAT ASBES DI INDONESIA BERPOTENSI DITELANTARKAN OLEH NEGARA

 

Bandung, April 2020

Pusat pengobatan di seluruh Amerika Serikat telah melambat atau bahkan menunda pendaftaran pasien baru untuk mesothelioma karena keseluruhan menerima pandemi COVID 19.

Penundaan pendaftaran ini beresiko tinggi untuk pasien baru yang telah didiagnosa Pleural Mesothelioma, yang usianya hanya diprediksi sampai 6-12 bulan ke depan.

Uji klinis yang dimaksud adalah studi ilmiah dimana pasien akan diberikan perawatan mutakhir yang memang belum disetujui oleh Balai Obat dan Makanan Amerika Serikat.

Uji klinis tersebut melampaui standar perawatan yang biasanya tidak efektif untuk kanker langka dan agresif yang disebabkan paparan asbes.

Pacific Mesothelioma Center, yang tergabung dalam Pacific Heart, Lung and Blood Institute di Los Angeles, terus melakukan seleksi untuk pasien yang akan di uji klinis dalam jumlah terbatas.

Penundaan uji klinis menjadi salah satu dari banyak masalah yang dihadapi pasien dengan mesothelioma. Dikarenakan seluruh rumah sakit/klinik sekarang lebih banyak menerima pasien Covid 19, pasien mesothelioma beresiko tinggi untuk tertular saat uji klinis/pengobatan karena keadaan imunitas tubuh yang rendah.

 

Indonesia Menghadapi Potensi yang Sama

 

Indonesia sendiri adalah salah satu negara di Asia yang mengkonsumsi penggunaan asbes dalam jumlah tinggi. Menurut data, sekitar 115.000 ton chrysotile (asbes putih) digunakan setiap tahun, kebanyakan untuk memproduksi atap karena tahan api dan kuat.

Apapun jenis asbesnya, WHO sudah menyatakan bahwa asbes dapat menyebabkan berbagai macam penyakit parah seperti Mesothelioma, Asbestosis dan Kanker Paru.

Sampai saat ini, hanya 1 orang mantan pekerja pabrik berbahan baku asbes yang diakui secara resmi oleh negara melalui BPJS Ketenagakerjaan. Pria itu bernama Sriyono, laki-laki dengan usia 47 tahun.

BPJS Ketenagakerjaan memberikan kompensasi kepadanya setelah dia mendapatkan diagnosa terkena penyakit akibat asbes, kanker paru-paru stadium akhir.

Sayangnya, belum ada pengobatan pasti yang dapat diberikan kepada Sriyono karena Indonesia belum melarang sepenuhnya penggunaan asbes yang mengakibatkan banyak ahli kesehatan juga belum siap menghadapi ledakan korban akibat asbes.

Menurut organisasi pelarangan asbes di Indonesia, yaitu Indonesia Ban Asbestos Network, mengatakan sampai saat ini sudah ada beberapa mantan pekerja/pekerja yang sedang berusaha mendapatkan klaim dari negara.

“Sampai saat ini ada beberapa pekerja dan mantan pekerja sedang dilakukan penelitian CT-Scan terkait penyakit akibat asbes oleh dokter jaringan kami. Untuk mendapatkan klaim dari BPJS Ketenagakerjaan, dibutuhkan diagnosa. Hal itu sudah menjadi hambatan tersendiri bagi para korban penyakit akibat asbes.” Ujar Firman Budiawan, Koordinator Indonesia Ban Asbestos Network.

Saat ditanyai mengenai dampak Pandemi COVID 19 ini terhadap korban penyakit akibat asbes, Firman juga menjelaskan bahwa masalah di Indonesia akan jauh lebih rumit karena Pandemi ini.

“Pertama, karena Indonesia belum melarang total penggunaan asbes, baru Kota Bandung saja” maka dikarenakan oleh pandemi ini seluruh rumah sakit yang dijadikan tempat penelitian CT-Scan untuk para korban menjadi terhenti karena semua tenaga medis fokus memerangi COVID 19. Kedua, jika ada indikasi korban baru, kemungkinan besar mereka pasti akan “dikesampingkan” ketika mereka ingin memeriksa kesehatannya ke rumah sakit. Sedangkan kita tidak tahu seberapa parah tingkat penyakit si korban tersebut. Ketiga, negara juga mungkin akan sulit mengakui klaim penyakit akibat asbes karena setahu saya saat ini anggaran negara dialih fungsikan untuk COVID 19. Lalu, bagaimana nasib para korban penyakit akibat asbes ke depannya? Saya sendiri tidak dapat membayangkannya”. Tutur Firman.

Hal ini tentu menjadi perhatian kita semua. Negara harus segera mengambil langkah untuk melarang penggunaan asbes secara total. Penyakit akibat asbes nyata dan membutuhkan penanganan klinis yang tidak mudah. Ketika ada pandemi baru seperti ini, negara akhirnya kewalahan pada penanganan pandemi dan akhirnya melupakan penyakit yang lainnya, salah satunya adalah penyakit akibat asbes.

Berbagai penelitian internasional menunjukkan bahwa dalam setiap 20 ton asbes yang digunakan, ada satu orang yang akan mati.

Dengan tolak ukur seperti, diperkirakan hampir 6.000 orang Indonesia setahun kini berpotensi mengidap kanker yang berhubungan dengan asbes. Serta 6000 orang tersebut berpotensi ditelantarkan oleh negara saat Pandemi Covid 19 seperti sekarang ini.

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *