Mempertanyakan Sikap Pemerintah atas Asbes Sebagai Limbah B3

Audiensi INA-BAN dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) – Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 23/11/2021.

“Asbes merupakan bahan berbahaya dan Beracun (B3) yang masih diijinkan untuk digunakan” ujar Ibu Nur Yun Insiani dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) – Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam Audiensi bersama INA-BAN (Indonesia Ban Asbestos Network). Jakarta (23/11/2021)

Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan, peningkatan Limbah B3 terus meningkat baik dari jumlah maupun jenisnya. Hal ini tentunya berpengaruh pada semakin besarnya resiko pencemaran lingkungan dan kesehatan masyarakat. Meski, Indonesia telah mengakui bahwa Asbes atau asbestos merupakan salah satu bahan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang bersifat karsinogenik1 dan juga termasuk limbah B32. Namun penggunaan asbes yang masih begitu massif, Indonesia merupakan negara terbesar ke dua pengimpor Asbes di dunia dengan rata-rata 100.000 Ton M3 bahan baku asbes didatangkan setiap tahunnya dari negara negara seperti Russia, China, dan Kazakhstan.

“Penggunaan Asbes sebagai B3 masih diijinkan, termasuk dalam Konvensi Rotterdam bukan berisikan pelarangan namun mengatur terkait informasi antar negara tentang produk B3 yang akan diperdagangkan dan Chrysotile atau asbes putih belum menjadi konsensus dalam pertemuan antar pihak (COP) tersebut”. ujar Ibu Nur Yun Insiani.

Terkait konsumsi asbes ini juga berkaitan dengan politik dagang internasional dan perbedaan kepentingan antar negara. “Dalam Konvensi itu KLHK berperan sebagai koordinator yang didalamnya ada tim teknis dari berbagai kementerian” tambahnya.

Setiap bahan B3 yang masuk ke Indonesia harus dilakukan pendaftaran, hal ini ini ditujukan untuk pengawasan terhadap berbagai jenis bahan B3 dan seberapa banyak jumlahnya yang beredar di Indonesia.

“Apakah KLHK dalam proses penregistrasian dapat menekan (pengurangan) jumlah barang yang di impor?” tanya Firman salah satu perwakilan INA-BAN.

Hal ini dijelaskan oleh pihak KLHK bahwa KLHK tidak bisa melakukan hal tersebut karena Asbes chrysotile merupakan B3 yang dapat digunakan, berbeda dengan B3 yang terbatas.

“dalam PP no 22 tahun 2021 bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 harus melakukan pengurangan, salah satu pengurangannya dengan melakukan penggantian bahan baku, siapa yang dimaksud perorangan ini? apakah konsumen yang menggunakan atau perusahaan yang memproduksi produk tersebut? karena kebanyakan konsumen tidak mengetahui kandungan B3 dalam produk yang dia gunakan contohnya dalam penggunaan atap bergelombang yang mengandung Asbes” tanya Dici perwakilan dari INA-BAN

Hal itu ditanggapi oleh Ibu Yun bahwa “itu untuk pelaku usaha, kalau untuk pengguna/konsumen itu diatur dalam pengelolaan limbah spesifik (PP No. 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik). Dalam PP tersebut pengolahan limbah B3 spesifik dari rumah tangga menjadi tanggung jawab pemerintah Daerah”.

Pergantian atau subtitusi bahan material mengandung asbes dengan alternatif yang lebih aman berada di puncak hierarki tindakan untuk mencegah risiko paparan bahan kimia di tempat kerja, termasuk pencegahan kanker akibat kerja. Pergantian material juga menjadi pendorong inovasi dan transisi ke bahan yang lebih aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan khususnya limbah B3. Hal inilah yang menjadi misi INA-BAN untuk mendorong pemerintah Indonesia untuk tidak lagi menggunakan asbes, melarang segala penggunaan asbes secara bertahap.

Kurangnya riset dan kajian ilmiah mengenai Asbes manjadi hambatan kami dalam membuat kebijakan terkait asbes. Kami berharap seperti adanya INA-BAN dapat memberi masukan dan membagi hasil risetnya agar kami dapat menjadikan alasan argumen kami di forum-forum internasional mengenai Asbes.

Rencan kedepan, INA-BAN akan melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai kementerian untuk bersama-sama merumuskan peta jalan pengendalian Asbes di Indonesia.

“Harapan kami FGD itu juga melibatkan pelaku industri, agar pengendalian asbes ini bisa dilakukan secara komprehensif” ujar Ibu Nur Yun Insiani diakhir Audiensi ini.

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *