Siti Kristina (53 tahun) merupakan mantan pekerja di PT. X yang merupakan perusahaan tekstil dengan bahan baku asbes. Siti bekerja di bagian insulasi, divisi yang memproduksi kain asbes untuk peredam panas untuk membungkus pipa-pipa seperti di kilang minyak atau gas supaya panasnya tidak keluar.
Siti bekerja di PT. X untuk waktu yang lama yaitu 23 tahun sejak bulan Maret 1991 sampai dengan Maret 2014. Ada sekitar 65 orang pekerja pada divisi insulasi. Pada departemen inilah kain asbes diproses. Mulai dari pencampuran sampai pengepakan. Departemen ini terdiri dari bagian mixing, carding, spinning, twisting, winding, weaving, inspeksi dan packing.
Siti mulai mengenal asbes sejak tahun 2008 setelah bertemu Darisman dari Local Initiative for OSH Network Indonesia. Siti belajar mengenai hak normatif buruh dimana Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masuk ke dalam hak pekerja untuk mendapatkan tempat kerja yang aman dan nyaman. Dari sinilah Siti mengetahui bahwa tempat kerjanya tidaklah aman karena mengolah Bahan Berbahaya Beracun (B3). Apalagi dengan tidak adanya alat pelindung diri yang memadai. Alat yang digunakan hanya sekedar masker kain biasa dan kadang masih tidak menggunakan sarung tangan.
Tahun-tahun pertama bekerja, Siti tidak merasakan hal aneh pada tubuhnya. Tetapi setelah lebih 10 tahun, Siti mulai sering batuk. Kalau batuk, Siti berobat dan sembuh. Tetapi kejadian seperti ini sering terjadi. Batuknya sekitar seminggu hingga dua minggu. Setelah sembuh, sekitar sebulan atau dua bulan, Siti mengalami batuk parah lagi.
Pada tahun 2008 diadakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh orang-orang dari Korea. Semua pekerja ikut pemeriksaan. Para pekerja diperiksa darah, dahak, spirometri dan rontgen. Tetapi perusahaan bilang hasilnya baik-baik saja. Dirasa hasilnya tidak memuaskan, di tahun yang sama pula Siti melakukan cek kesehatan kembali tanpa sepengetahuan perusahaan bersama Nana Suraya, Sri Hermawan di Rawa Mangun, Jakarta. Pemeriksaan yang dilakukan CT-Scan dan tes darah. Hasilnya langsung dikirim ke Korea.
Pada tahun 2010, Siti, Nana, Tuniah, Bu Yusni, Bu Dewi melakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Mereka melakukan periksa darah dan CT-scan. Hasilnya dibawa ke Korea. Dari hasil ini, dokter Korea dan Jepang mendiagnosa Siti dengan asbestosis tahap awal. Tuniah dan Dewi juga didiagnosa menderita asbestosis. Namun Siti tidak langsung mempercayainya.
Pada tahun 2012, Siti mengalami sakit parah. Siti mengalami tipus, batuk kering berkepanjangan, berat badan menurun dan sering sesak napas. Setelah dilakukan pemeriksaan di klinik BPJS di Bogor, Siti didiagnosa Tubercholosis. Siti harus minum obat rutin setiap hari selama 6 bulan. Pada tahun yang sama, Siti mendapatkan surat PHK dari PT. X. Tapi perusahaan masih melakukan kontrak kerja sampai tahun 2013. Tidak diketahui apa penyebab Siti terkena PHK.
Tahun 2013, Siti diundang ke Korea untuk pertemuan para korban penyakit asbes di Korea. Siti kembali dilakukan pemeriksaan menggunakan CT-Scan. Hasilnya, penyakit yang selama ini Siti obati tidak dapat sembuh, ia masih menderita asbestosis. Dari situlah Siti baru percaya bahwa asbes memang benar bahayanya. Siti akhirnya mendapatkan PHKnya di bulan Maret 2013. Atas dasar karena PHK nya tersebut, Siti tidak dapat berkomunikasi kembali dengan pihak Manajemen PT. X mengenai penyakitnya. Siti hanya bisa mengirimkan surat ke perusahaan dan itupun hanya dititipkan kepada satpam pabrik tersebut.
Setelah PHKnya, Siti tidak lagi mempunyai biaya untuk mengobati penyakitnya. Jika penyakitnya kambuh, dia hanya berobat di klinik yang murah atau di Puskesmas. Setelah PHK, Siti harus berjuang dalam kesulitan. Ia bekerja serabutan yang hasilnyapun hanya cukup untuk menghidupi sehari-hari. Walaupun menjalani kehidupan yang sulit, Siti masih aktif menjadi anggota INA-BAN dan masih terus berupaya untuk memperjuangkan haknya. Berulang kali tes kesehatan ia jalan. Tahun 2015 ia menjalani tes kesehatan di Klinik Prodia Jakarta. Tahun 2016 menjalani tes kesehatan kembali di Rumah Sakit Pertamina Jakarta. Dari sinilah dia baru mendapatkan diagnosa penyakit akibat asbes oleh dokter yang ada di Indonesia.
Tahun 2017, Siti dibantu dengan INA-BAN serta dokter yang tergabung dalam INA-BAN melaporkan hasil diagnosanya kepada PT. X. PT. X menerima hasil diagnosa tersebut dan melaporkannya kepada BPJS Ketenagakerjan Kota Bogor. Namun hingga tahun 2018, berkas tersebut masih belum diproses oleh BPJS Ketenagakerjaan.Bulan Juli 2018, berkas tersebut baru ditindaklanjuti oleh BPJS Ketenagakerjaan. INA-BAN terus mengadvokasi kasus ini. Mari dukung dan doakan Siti Kristina untuk mendapatkan haknya!